Minggu, 31 Januari 2010

Ummul Quro in Photo

10 Dzulhijjah 1430 H: Menuju Jamarot
Photo bersama setelah melontar Jumroh tgl 12 Dzulhijjah 1430 H (Nafar Awal)




Lantai 2 Masjidil Haram: Persiapan I'tikaf


Sarapan pagi setelah selesai Umroh Sunat


Berkisah saat ziarah di seputara Masjid Nabawi, Madinah






KEMANDIRIAN HAJI DAN HAJI MANDIRI

Jama'ah KBIH Ummul Quro: Persiapan Umroh Wajib dari Bir Ali

Jama'ah KBIH Ummul Quro: Saat-saat melontar Jumroh


Thawaf dan Sa’i adalah bentuk ibadah dan zikir yang tentunya hanya dapat dilakukan di Masjidil Haram, yakni di seputaran Ka’bah dan Mas’a (tempat Sa’i). Ibadah ini sangat menjadi perhatian bagi para calon jama’ah haji. Kemampuan dan kesanggupan para jama’ah Haji sangat dituntut dalam melakukan ibadah ini. Sering terlihat bahwa ketika melakukan Thawaf dan Sa’i para jama’ah beriringan dan bergerombol. Tidak jarang iringan-iringan Thawaf dan Sa’i seperti ini malah menyita ruang dan menggusur jama’ah lain yang berada di depannya. Biasanya Jama’ah Haji dari bangsa/negara Turki, Iran, Nigeria melakukan cara-cara seperti ini. Cara dan upaya seperti ini memang sangat mengagumkan, sekaligus mengindikasikan beberapa aspek, diantaranya; kekompakan para jama’ah yang sangat baik, kepatuhan para Jama’ah kepada pembimbing yang cukup baik, komitmen terhadapat aturan main yang sangat baik dan praktek pelaksanaan panduan sang pembimbing yang cukup baik pula. Namun, bagaimana halnya dengan Jama’ah Haji Indonesia?

Hasil pantuan penulis selama di Masjidil Haram, Mekah, aksi Thawaf dan Sa’i seperti di atas agak sulit ditemukan pada orang/bangsa Melayu, kecuali beberapa kelompok-kelompok kecil saja. Dalam hemat penulis, hal tersebut terjadi karena beberapa aspek di atas belum mampu dilaksanakan oleh para Jama’ah Haji Indonesia. Namun tidak berarti bahwa hal tersebut mutlak menjadi satu hal yang dianggap jelek, kelemahan, apalagi kegagalan. Sekali lagi, belum tentu.

Haji Mandiri
Padanan kata Haji Mandiri sering kali menjadi perdebatan. Tidak hanya pada tataran pelaksanaan, tapi jauh-jauh sebelumnya, pada tingkat defenisi-pun sudah menjadi perdebatan. Setidak-tidaknya memiliki pandangan atau persepsi yang berbeda bagi sebagian orang yang coba memahaminya.

Secara umum, Haji Mandiri mengandung pengertian bahwa calon jama'ah haji melaksanakan perjalanan ibadah haji tanpa harus ikut dan masuk/bergabung dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Hal ini bisa benar jika kemampuan, pengetahuan dan ilmu manasik haji yang dimiliki telah cukup baik.

Bagi para calon jam’ah haji pada tahap pendaftaran awal, baik di Puskesmas setempat, di kantor Departemen Agama (Depag) ataupun di Bank penyelanggara Tabungan Haji Indonesia (THI), tempat di mana calon jamaa’h haji melakukan penyetoran dan pelunasan biaya haji, selalu dihadapkan beberapa pertanyaan. Pertanyaan ini biasa hadir justru pada tahap-tahap seperti ini. Pertanyaannya adalah apakah ikut Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) atau Haji Mandiri. Tidak sedikit para calon jama’ah yang bingung. Sebab bisa jadi, kedua pilihan tersebut sama sekali tak terpikirkan sebelumnya.

Kemandirian Haji
Kemandirian haji hanya akan dapat dilakukan oleh orang-orang yang menguasai ilmu manasik haji. Mempunyai gambaran yang jelas tentang praktek pelaksanaan ibadah haji dan umroh beserta pergerakan setiap rukun dan hukum lain yang menyertainya.

Sangatlah lumrah jika seorang calon jama'ah haji yang akan berangkat mampu menghadirkan kemandirian haji-nya jika calon jama'ah tersebut telah pernah melaksanakan ibadah haji sebelumnya. Biasanya orang seperti ini juga menjadi tempat bergantung dan menjadi tumpuan harapan jama'ah lainnya.

KBIH dapat menjadi sangat berati dalam upaya melatih para calon jema'ah haji untuk mampu bertindak secara perorangan. KBIH juga dapat menjadi agent development untuk meningkatkan kemampuan calon jema'ah dalam menguasai ilmu manasik haji. Sehingga kemandirian haji dapat benar-benar menjadi kenyataan dan dilaksanakan. KBIH juga dapat memperkecil bahkan dapat juga meniadakan kekhawatiran jema'ah akan terjadinya kesalahan dalam aturan-aturan fikih, rukun haji, wajib haji dan hukum sunat yang menyertainya.

Kesimpulan
Kamandirian haji dan haji mandari adalah dua padanan kata yang sangat berbeda. Dalam konteks di atas, haji mandiri belum tentu mampu untuk melaksanakan ibadah haji secara mandiri. Tapi jika calon jama'ah haji yang telah memiliki kemampuan kemandirian haji, maka sudah barang tentu dapat pula menjadi haji mandiri.

Maka KBIH menjadi sesuatu yang sangat diperlukan sekaligus menjadi sebuah solusi dalam proses membangun semangat dan kemampuan kemandirian haji. Pilihlah KBIH yang legal (resmi), berkualitas, mampu melayani jama'ahnya dengan baik selama pra haji, selama pelaksanaan haji dan pasca haji. Biaya (infaq) bimbingan tentunya menjadi bahan pertimbangan. Pada akhirnya biaya yang wajarlah menjadi pilihan.

Selamat bergambung dengan KBIH dan selamat menunaikan ibadah haji. Semoga menjadi haji yang Mabrur dan Mabruroh.


Ir. H. Darwin B Zakaria
HP: 08122344345